Rabu, 19 April 2023

Beberapa Hal yang Membatalkan dan Merusak Pahala Puasa

  بِسْمِ اللهِ الّرحْمنِ الّرحِيْمِ


Kegiatan fisik berpuasa dapat terlihat dan dapat dilakukan diantaranya dengan menahan lapar dan haus tanpa makan dan minum selama waktu berpuasa.
Namun adakah yang mengetahui bagaimana kesempurnaan atau keadaan puasa kita dihadapan-Nya? 
Memang dalam hal pahala puasa hanya Allah Subhanallah wa ta'ala yang pasti mengetahuinya. Namun kita harus tetap berusaha agar pahala kita sempurna atau tidak batal saat kita menjalankan ibadah puasa maka hendaknya kita mengetahui apa-apa yang dapat membatalkan dan merusak pahala dari puasa kita.
Puasa Ramadhan termasuk dalam salah satu rukun Islam. Oleh karenanya ibadah ini menjadi wajib untuk dijalankan oleh seluruh umat Islam.

Allah SWT berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar selalu bertaqwa,” (QS Al-Baqarah: 183).

Hal-Hal yang Membatalkan Puasa

Saat seseorang berpuasa, maka ia dituntut untuk menjaga diri dari hal-hal yang dapat membatalkan puasanya.

Karena, jika puasanya batal maka orang yang menjalankannya tidak mendapat pahala puasa.

Apa saja yang dapat membatalkan puasa? Yuk, kita simak!

1. Muntah dengan Sengaja

Muntah adalah mengeluarkan makanan atau minuman dari perut melalui mulut merupakan hal-hal yang membatalkan puasa.

Muntah atau mual bisa terjadi disengaja ataupun tidak dengan kondisi tertentu.

Ada banyak hal yang bisa menyebabkannya, salah satunya yakni muntah yang disengaja.

Muntah yang dimaksud dengan memasukkan jari ke mulut. Hingga akhirnya makanan keluar kembali.

Jika seseorang muntah tanpa disengaja atau secara tiba-tiba, maka puasanya tetap sah.

Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa yang terpaksa muntah, maka tidak wajib baginya menqada puasanya. Dan barang siapa muntah dengan sengaja, maka wajib baginya menqada puasanya,” (HR Abu Daud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad).

Dengan alasan, selama tidak ada sedikit pun dari muntahannya yang tertelan kembali.

Namun, jika muntahannya tertelan dengan sengaja, maka puasanya batal.

2. Sengaja Berhubungan Seksual

Hal-hal yang membatalkan puasa selanjutnya adalah berhubungan suami istri tidak pada waktunya.

Jika sengaja berhubungan seksual di siang hari saat puasa, bukan hanya batal tapi juga dikenai denda atas perbuatannya.

Melansir NU Online, denda tersebut yakni berpuasa selama 2 bulan berturut-turut.

Jika tidak mampu, seseorang wajib memberi makanan pokok senilai satu mud tau sekitar 0,6 kilogram beras kepada 60 fakir miskin.

Allah SWT berfirman:

“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka.

Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu.

Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu,” (QS Al-Baqarah : 187).

3. Tidak mengendalikan Nafsu

Tidak bisa mengendalikan diri dan hawa nafsu termasuk hal-hal yang membatalkan puasa selanjutnya.

Meski begitu, Islam memperbolehkan kembali berhubungan suami istri jika sudah selesai melaksanakan puasa selama satu hari.

Begitu juga dengan dilakukan di malam harinya setelah berbuka puasa.

Sanksi diberikan sebagai sebagai ganti atas dosa yang dilakukan berupa berhubungan seksual pada saat puasa.

Apabila tidak mampu, kafarat tersebut tidak gugur dan tetap menjadi tanggungannya.

Pada saat ada kemampuan untuk membayar dengan cara mencicil, maka harus dilakukan dengan segera.

4. Keluarnya Air Mani (Sperma)

Air mani keluar akibat onani atau bersentuhan dengan lawan jenis akan membatalkan puasa.

Termasuk keluar meski tidak ada hubungan seksual di dalamnya.

Hal ini berbeda jika mani keluar karena mimpi basah, puasanya tetap sah dan bisa dilanjutkan.

Jika dilakukan karena kesengajaan dan tidak mampu menjaga hawa nafsunya, maka ini termasuk hal-hal yang membatalkan puasa.

Kesengajaan itu bisa disebabkan seperti melakukan aktivitas seperti:

  • Masturbasi.
  • Berciuman.
  • Berpegangan dengan lawan jenis.
  • Melihat aurat lawan jenis secara sengaja.

Air mani keluar tersebut keluar akibat timbul hasrat atau nafsu yang membuat puasa menjadi batal.

5. Merokok

Tidak hanya itu, merokok juga termasuk kegiatan yang dapat membatalkan puasa.

Hal ini pun juga sebagaimana ia tidak mampu menjaga hawa nafsunya dengan baik.

Melansir metro.co.uk, alasan larangan merokok di bulan Ramadan adalah karena mengandung partikel yang dapat mencapai perut.

Tentunya, ini akan membatalkan puasa dengan sepenuhnya.

Ini mirip dengan dupa, yang juga tidak diperbolehkan ketika berpuasa, karena partikel yang bisa dihirup orang

6. Menstruasi atau Haid

Tidak seperti laki-laki, perempuan bisa saja mengalami fase menstruasi setiap bulannya.

Dengan demikian, puasa adalah salah satu larangan saat haid dalam Islam bagi perempuan.

Para ulama mahdzab fiqh menyepakati bahwa keluarnya darah haid membuat seorang perempuan tidak boleh berpuasa.

Imam Nawawi, seorang ulama hadist mengatakan bahwa,

“Kaum muslimin sepakat bahwa perempuan haid tidak wajib salat dan puasa dalam masa tersebut,” (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 3/250).

Darah haid yang dimaksud ini juga termasuk flek yang keluar seiring mendekati masa haid.

7. Masa Nifas

Masa nifas juga termasuk hal-hal yang membatalkan puasa bagi perempuan.

Selain hal-hal yang membatalkan puasa, perempuan haid atau nifas wajib untuk mengganti puasanya.

Umumnya darah haid keluar selama satu minggu, dan paling lama berlangsung selama 15 hari.

Sementara itu, masa nifas biasanya 40 hari, sedangkan paling lama adalah 60 hari.

Apabila setelah itu tidak ada lagi darah yang keluar, maka perempuan telah suci dan harus mandi wajib.

Jika masih tersisa waktu untuk puasa dalam bulan Ramadan, maka wajib menjalankan puasa hingga hari Idulfitri.

Baca Juga: Ini Aturan dan Doa Sholat Tarawih Ramadan selama Pandemi, Catat!

8. Sengaja Memasukkan Benda ke Organ Dalam

Dilansir NU Online, dalam kitab Fath al-Qarib dijelaskan hal-hal yang membatalkan puasa ini juga tak kalah penting.

Ini termasuk ketika ada benda (ain) yang masuk dalam salah satu lubang.

Artinya yang berpangkal pada organ bagian dalam, yang dalam istilah fiqih biasa disebut dengan jauf.

Jauf adalah lubang mulut, telinga, dan hidung. Ini memiliki batas awal yang ketika benda melewati batas tersebut maka puasa menjadi batal.

Dalam hidung, batas awalnya adalah bagian yang disebut dengan muntaha khaysum (pangkal insang). Ini letaknya sejajar dengan mata.

Untuk organ telinga, batasannya adalah yang sekiranya tidak telihat oleh mata.

Sedangkan dalam mulut, batas awalnya adalah tenggorokan yang biasa disebut dengan hulqum, dikutip dari Syekh Zainuddin al-Maliabari, Fath al-Mu’in, juz 1, hal. 259.

9. Memasukkan Benda ke Lubang Urine dan Dubur

Beberapa kondisi lantaran masalah penyakit juga salah satu yang membatalkan puasa saat Ramadan.

Selain itu, mengobati dengan memasukkan benda pada qubul dan dubur juga tidak diperbolehkan.

Misalnya pemberian obat bagi orang yang sedang mengalami ambeien dan juga mereka yang sakit dengan memasang kateter urine.

Jika dilakukan, maka dua hal tersebut dapat membatalkan puasa.

10. Hilang Akal

Seperti halnya rukun salat, orang yang berpuasa juga harus dalam keadaan sadar atau waras.

Ketika seseorang gila saat sedang melaksanakan puasa, ini termasuk hal-hal yang membatalkan puasa.

Gejala ini bisa terlihat dari perilaku mereka yang tidak sesuai dengan orang normal biasanya.

Yakni gila karena tidak bisa membedakan perkara halal dan haram serta perilaku baik dan tidak.

Orang tersebut maka dianggap sudah keluar dari kewajiban berpuasa.

11. Mabuk Alkohol

Di luar itu, seseorang yang sedang mabuk akibat konsumsi alkohol pun bisa membatalkan puasa.

Dampak alkohol untuk kesehatan memang tidak baik, beberapa efek negatifnya yakni:

  • Mengganggu sistem pencernaan.
  • Tidak fokus bekerja.
  • Hilang kesadaran.

Selain minum alkohol, ini juga berlaku bagi mereka yang mencium produk berbau memabukkan.

12. Pingsan

Pingsan bisa disebabkan dari masalah kesehatan ataupun karena kurangnya stamina tubuh.

Jika ini terjadi, maka termasuk dalam hal-hal yang membatalkan puasa.

Pingsan membuat penderitanya tak sadarkan diri atau hilang kesadaran.

Sama seperti gila, ini juga tidak memiliki kewajiban untuk melanjutnya puasanya.

13. Murtad atau Keluar Islam

Murtad adalah keluarnya seseorang dari agama Islam. Misalnya orang yang sedang puasa tiba-tiba mengingkari keesaan Allah SWT.

Selain termasuk hal-hal yang membatalkan puasa, ada yang perlu dilakukan bagi mereka yang melakukannya.

Artinya, mereka berkewajiban untuk segera mengucapkan syahadat serta mengqada puasanya.

14. Makan dan Minum dengan Sengaja

Makan dan minum adalah hal-hal yang membatalkan puasa.

Meski keduanya adalah kebutuhan, namun hal ini dilarang selama seseorang menjalankan puasa.

Ini adalah tantangan lain yang dihadapi saat puasa agar seseorang bisa mengendalikan dirinya.

Islam tidak mengajak atau membuat tersiksa umat yang menjalankannya.

Allah SWT memberikan perintah menahan nafsu makan dan minum hanya dari pagi hingga magrib.

Sedangkan, di waktu setelahnya umat Muslim harus berbuka dan menjalankan sahur.

15. Menelan Dahak

Moms harus tahu, jika menelan dahak juga termasuk hal-hal yang membatalkan puasa, lho.

Ini berlaku apabila seseorang mengeluarkan dahak yang sudah dikeluarkan ke rongga mulut, lalu ditelan kembali dengan sengaja.

Menurut beberapa pendapat ulama, dahak berasal dari pangkal hidung, alias tidak keluar dari mulut.

Oleh sebab itu, hal ini mirip dengan muntah, dan masih memungkinkan seseorang untuk menghindarinya.

16. Berenang

Manfaat berenang untuk kesehatan memang cukup baik.

Berenang sebenarnya diperbolehkan saat berpuasa. Namun, Moms harus menjaga agar tidak ada air yang masuk ke tubuh, ya.

Hal ini pastinya sulit untuk dihindari, jadi ada baiknya jika Moms menunggu hingga waktu berbuka saja untuk berenang.


Hal yang Merusak Pahala Puasa

Dalam melaksanakan puasa, selain menghindari hal-hal yang membatalkan puasa, ada juga aktivitas yang merusak pahala puasa.

Ada beberapa hal yang merusak pahala puasa, seperti berikut ini.

1. Rasa Marah

Marah bisa menjadi tanda bahwa seseorang tidak bisa menahan hawa nafsunya.

Bahkan, Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW sangat tidak menyukai orang yang sering marah.

Karena salah satu makna berpuasa adalah menahan hawa nafsu, maka marah bisa mengurangi pahala puasa.

2. Bohong

Ini bukan hanya akan merusak pahala puasa, akan tetapi merupakan hal yang harus dijauhi meski sedang tidak berpuasa.

Sebab, dampak berbohong tidak hanya akan dirasakan oleh diri sendiri tapi juga untuk orang lain.

Maka, berbohong tidak boleh dilakukan, termasuk saat mengerjakan puasa.

3. Tidur Sepanjang Hari

Pernah mendengar bahwa kegiatan baik apa pun akan diberi pahala, termasuk tidur?

Meski benar, namun jangan dijadikan alasan agar bisa tidur sepanjang hari.

Meski tidak termasuk hal-hal yang membatalkan puasa, namun tidur sepanjang hari akan mengurangi pahala.

4. Melihat Lawan Jenis dengan Hawa Nafsu

Menahan hawa nafsu bukan hanya menahan amarah, tapi juga menahan diri dari pandangan mata dengan lawan jenis.

Melihat lawan jenis dengan hawa nafsu merupakan salah satu hal yang mengurangi pahala puasa.

Akan lebih baik untuk mengalihkan perhatian, dengan membaca Alquran, misalnya.

5. Bergosip atau Bergunjing

Bergunjing atau bergosip merupakan salah satu hal yang mengurangi pahala puasa.

Ini juga perbuatan yang sangat dilarang oleh Allah SWT.

Sebab, bisa jadi hal yang digosipkan tidak terjadi dalam kehidupan nyata. Akibat yang ada malah akan mendatangkan fitnah hingga bisa merugikan orang lain.


Tujuan Puasa Menurut Islam

Puasa berasal dari bahasa Arab, yakni shaum atau shuwam yang berarti mencegah atau menahan.

Dalam Islam, puasa merupakan salah satu ibadah untuk manusia agar bisa menahan hawa nafsunya.

Ini mulai dari terbit fajar hingga tenggelamnya matahari.

Berikut beberapa tujuan dari melaksanakan puasa, yakni:

1. Baik untuk Kesehatan

Dalam dunia medis, puasa pun menjadi istilah yang dikenal karena memiliki banyak manfaat.

Salah satunya menurut penelitian Journal of Research in Medical Sciences yang menunjukkan bahwa puasa Ramahan juga bermanfaat bagi kesehatan.

Adapun beberapa manfaatnya yakni sebagai cara untuk mengeluarkan racun dari tubuh, hingga mencegah berbagai penyakit berbahaya.

2. Belajar Menahan Diri

Dalam Islam, puasa bukan hanya sekadar masalah penyakit atau kesehatan.

Sebab, puasa menjadi waktu bagi seseorang untuk belajar mengendalikan diri.

Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang berpuasa itu meninggalkan syahwat, makan dan minumnya,” (HR Bukhari dan Muslim).

3. Mengendalikan Hawa Nafsu

Puasa dalam Islam bertujuan untuk membentuk pembiasaan diri manusia terhadap pengendalian diri atau hawa nafsu.

Allah SWT juga melatih umat Islam untuk tahan akan godaan nafsu setiap cobaan yang dihadapinya.

Jika godaan nafsu yang kecil mampu ditepis, maka nafsu-nafsu lain pun akan mampu dikendalikan.

Hal ini karena terbiasa mengendalikannya saat berpuasa, khususnya puasa di bulan Ramadan selama satu bulan penuh.

Demikian beragam hal-hal yang bisa membuat puasa batal atau meluruhkan pahalanya.

Segera hindari hal-hal yang membatalkan puasa agar tidak hanya lapar dan haus yang terasa, tapi juga mendatangkan pahala dan keberkahan!

Sumber:

https://www.orami.co.id/magazine/hal-hal-yang-membatalkan-puasa

RAHASIA BESAR DIBALIK IBADAH SHALAT


“Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab (Alquran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

(QS. Al-Ankabut [29]: 45)


Ayat di atas begitu eksplisit menjelaskan adanya keterkaitan antara shalat dan perilaku yang ditunjukkan oleh seorang muslim. Pengaruh shalat memang tidak dapat dijadikan tolak ukur untuk menggeneralisasi dan menghukumi kepribadian semua orang. Tetapi, paling tidak dalam ayat ini Allah menjelaskan sikap seorang manusia dari sudut pandang karakter dan watak/ tabiat yang dibawanya. Shalat itu membersihkan jiwa, menyucikannya, mengkondisikan seorang hamba untuk munajat kepada Allah Swt di dunia dan taqarrub dengan-Nya di akhirat. (Jabir Al-Jazairi, 2004: 298).


Shalat sebagai salah satu bagian penting ibadah dalam Islam sebagaimana bangunan ibadah yang lain juga memiliki banyak keistimewaan. Ia tidak hanya memiliki hikmah spesifik dalam setiap gerakan dan rukunnya, namun secara umum shalat juga memiliki pengaruh drastis terhadap perkembangan kepribadian seorang muslim. Tentu saja hal itu tidak serta merta dan langsung kita dapatkan dengan instan dalam pelaksanaan shalat. Manfaatnya tanpa terasa dan secara gradual akan masuk dalam diri muslim yang taat melaksanakannya.


Shalat merupakan media komunikasi antara sang Khlalik dan seorang hamba. Media komunikasi ini sekaligus sebagai media untuk senantiasa mengungkapkan rasa syukur atas segala nikmat. Selain itu, shalat bisa menjadi media untuk mengungkapkan apapun yang dirasakan seorang hamba. Dalam psikologi dikenal istilah katarsis, secara sederhana berarti mencurahkan segala apa yang terpendam dalam diri, positif maupun negatif. Maka, shalat bisa menjadi media katarsis yang akan membuat seseorang menjadi tentram hatinya.


Keterkaitan Shalat dan Akhlak


Shalat sebagai tiang agama, penyangga bangunan megah lagi perkasa. Ia sebagai cahaya terang keyakinan, obat pelipur ragam penyakit di dalam dada dan pengendali segala problem yang membelenggu langkah-langkah kehidupan manusia. Oleh karenanya, shalat dapat mencegah perilaku keji dan munkar, menjauhkan hawa nafsu yang condong pada kejelekan untuk mencampakkannya sejauh mungkin (Asykuri, tt:137)

Ibadah Shalat yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam adalah bangunan megah indah yang memiliki sejuta ruang yang menampung semua inspirasi dan aspirasi serta ekspresi positif seseorang untuk berperilaku baik, karena perbuatan dan perkataan yang terkandung dalam shalat banyak mengandung hikmah, yang diantaranya menuntut kepada mushalli untuk meninggalkan perbuatan keji dan mungkar.


Sayangnya shalat sering dipandang hanya dalam bentuk formal ritual, mulai dari takbir, ruku’, sujud, dan salam. Sebuah kombinasi gerakan fisik yang terkait dengan tatanan fikih, tanpa ada kemuan yang mendalam atau keinginan untuk memahami hakikat yang terkandung di dalam simbol-simbol shalat. Berikut ini adalah nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam proses menjalankan ibadah shalat.


Pertama, latihan kedisiplinan. Waktu pelaksanaan shalat sudah ditentukan sehingga kita tidak boleh seenaknya mengganti, memajukan ataupun mengundurkan waktu pelaksanaannya, yang akan mengakibatkan batalnya shalat kita. Hal ini melatih kita untuk berdisiplin dan sekaligus menghargai waktu. Dengan senantiasa menjaga keteraturan ibadah dengan sunguh-sungguh, manusia akan terlatih untuk berdisiplin terhadap waktu (Toto Tasmara, 2001: 81). Dari segi banyaknya aturan dalam shalat seperti syarat sahnya, tata cara pelaksanaannya maupun hal-hal yang dilarang ketika shalat, batasan-batasan ini juga melatih kedisiplinan manusia untuk taat pada peraturan, tidak “semau gue” ataupun menuruti keinginan pribadi semata.


Kedua, latihan kebersihan, sebelum shalat, seseorang disyaratkan untuk mensycikan dirinya terlebih dahulu, yaitu dengan berwudlu atau bertayammum. Hal ini mengandung pengertian bahwa shalat hanya boleh dikerjakan oleh orang yang suci dari segala bentuk najis dan kotoran sehingga kita diharapkan selalu berlaku bersih dan suci. Di sini, kebersihan yang dituntut bukanlah secara fisik semata, akan tetapi meliputi aspek non-fisik sehingga diharapkan orang yang terbiasa melakukan shalat akan bersih secara lahir maupun batin.


Ketiga, latihan konsentrasi. Shalat melibatkan aktivitas lisan, badan, dan pikiran secara bersamaan dalam rangka menghadap ilahi. Ketika lisan mengucapkan Allahu Akbar, secara serentak tangan diangkat ke atas sebagai lambang memuliakan dan membesarkan, dan bersamaan dengan itu pula di dalam pikiran diniatkan akan shalat. Pada saat itu, semua hubungan diputuskan dengan dunia luar sendiri. Semua hal dipandang tidak ada kecuali hanya dirinya dan Allah, yang sedang disembah. Pemusatan seperti ini, yang dikerjakan secara rutin sehari lima sekali, melatih kemampuan konsentrasi pada manusia. Konsentrasi, dalam bahasa Arab disebut dengan khusyu’, dituntut untuk dapat dilakukan oleh pelaku shalat. Kekhusyukan ini sering disamakan dengan proses meditasi. Meditasi yang sering dilakukan oleh manusia dipercaya dapat meningkatkan kemampuan konsentrasi dan mengurangi kecemasan.


Keempat, latihan sugesti kebaikan. Bacaan-bacaan di dalam shalat adalah kata-kata baik yang banyak mengandung pujian sekaligus doa kepada Allah. Memuji Allah artinya mengakui kelemahan kita sebagai manusia, sehingga melatih kita untuk senantiasa menjadi orang yang rendah hati, dan tidak sombong. Berdoa, selain bermakna nilai kerendahan hati, sekaligus juga dapat menumbuhkan sikap optimis dalam kehidupan. Ditinjau dari teori hypnosis yang menjadi landasan dari salah satu teknik terapi kejiwaan, pengucapan kata-kata (bacaan shalat) merupakan suatu proses auto sugesti, yang membuat si pelaku selalu berusaha mewujudkan apa yang telah diucapkannya tersebut dalam kehidupan sehari-hari.


Kelima, latihan kebersamaan. Dalam mengerjakan shalat sangat disarankan untuk melakukannya secara berjamaah (bersama orang lain). Dari sisi pahala, berdasarkan hadits nabi SAW jauh lebih besar bila dibandingkan dengan shalat sendiri-sendiri. Dari sisi psikologis, shalat berjamaah bisa memberikan aspek terapi yang sangat hebat manfaatnya, baik bersifat preventif maupun kuratif. Dengan shalat berjamaah, seseorang dapat menghindarkan diri dari gangguan kejiwaan seperti gejala keterasingan diri. Dengan shalat berjamaah, seseorang merasa adanya kebersamaan dalam hal nasib, kedudukan, rasa derita dan senang. Tidak ada lagi perbedaan antar individu berdasarkan pangkat, kedudukan, jabatan, dan lain-lain di dalam pelaksanaan shalat berjamaah.


Gambaran Kehidupan


Dalam gerakan shalat, kita bisa menemukan isyarat dari simbol-simbol yang terkandung dalam shalat, yaitu filsafat gerak. Seorang pribadi muslim harus bergerak, harus dinamis, karena tidak selamanya hidup ini akan qiyam (berdiri diam), perlambang kejayaan (dewasa). Suatu saat kita kita harus ruku’ (umur setengah baya), kemudian bersujud (umur pun mulai uzur). Sebaliknya, ada shalat tanpa gerak, dia berdiri kemudian salam. Itulah shalat mayit. Ini seakan memberikan isyarat bahwa pribadi yang statis, tidak ada kreativitas gerak, sesungguhnya sedang berada dalam kematian. (al-Muthawi’, 2001: 87). “Static condition means death,” kata Muhammad Iqbal.



Membudayakan Shalat Aktual


Sesungguhnya, shalat yang kita dirikan itu pada hakikatnya merupakan samudera mutiara yang mencerdaskan ruhani. Shalat menunjukkan sikap batiniyah untuk mendapatkan kekuatan, kepercayaan diri, serta keberanian untuk tegak berdiri menapaki kehidupan dunia nyata melalui perilaku yang jelas, terarah, dan memberikan pengaruh pada lingkungan. Bagi orang yang memahami makna sholat, sesungguhnya dia akan mengejar waktu amanat tersebut, karena dengan shalat, dia mempunyai kekuatan untuk hidup melaksanakan amanat Allah.


Sholat bukan hanya sekedar ritual formal, melainkan ada muatan aktual, yaitu bukti nyata yang dirasakan. Alangkah naifnya seseorang yang shalat, tetapi bibirnya penuh ucapan kebohongan. Alangkah tak berharganya makna shalat apabila tidak memberikan imbas untuk menjadi manusia yang bermanfaat dan menjauhi yang mungkar. Bila kita memberikan santunan kepada orang miskin, memperhatikan masa depan anak yatim dan derajat kaum lemah, sesungguhnya kita telah melengkapi sholat kita dari bentuk yang formal menjadi aktual, dari sikap perihatin menjadi perilaku. Inilah yang dimaksudkan dengan sholat kaffah, . Muatan moral yang dipresentasikan oleh shalat membekas di kalbu dan membentuk kecerdasan rohani yang sangat tajam yang kemudian melahirkan amal saleh, mencegah dirinya dari perbuatan keji dan mungkar.


SUDAHKAH KITA MERASAKAN MANFAAT SHALAT?

Materi ke 9 RAHASIA BESAR DIBALIK IBADAH SHALAT

Materi ke 10 👇

 Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi setiap muslim. Sebuah ibadah mulia yang mempunyai peran penting bagi keislaman seseorang. Sehingga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengibaratkan shalat seperti pondasi dalam sebuah bangunan. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ

Islam dibangun di atas lima hal: bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan Allah, menegakkan shalat…. [HR Bukhâri dan Muslim]

 

Oleh karena itu, ketika muadzin mengumandangkan adzan, kaum muslimin berbondong-bondong mendatangi rumah-rumah Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengambil air wudhu, kemudian berbaris rapi di belakang imam shalat mereka. Mulailah kaum muslimin tenggelam dalam dialog dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan begitu khusyu’ menikmati shalat sampai imam mengucapkan salam. Dan setelah usai, masing-masing kembali pada aktifitasnya.

Timbul pertanyaan, apakah masing-masing kaum muslimin sama dalam menikmati shalat ini? Apakah juga mendapatkan hasil yang sama?

Perlu kita ketahui bahwa setiap amal shalih membawa pengaruh baik kepada pelaku-pelakunya. Pengaruh ini akan semakin besar sesuai dengan keikhlasan dan kebenaran amalan tersebut. Dan pernahkah kita bertanya, “apakah manfaat dari shalatku?” atau “sudahkah aku merasakan manfaat shalat?”

Imam Hasan al-Bashri pernah mengatakan: “Wahai, anak manusia. Shalat adalah yang dapat menghalangimu dari maksiat dan kemungkaran. Jika shalat tidak menghalangimu dari kemaksiatan dan kemungkaran, maka hakikatnya engkau belum shalat”[1]

Dari nasihat beliau ini, kita bisa memahami bahwa shalat yang dilakukan secara benar akan membawa pengaruh positif kepada pelakunya. Dan pada kesempatan ini,

marilah kita mempelajari manfaat-manfaat shalat. Kemudian kita tanyakan kepada diri sendiri, sudahkah aku merasakan manfaat shalat?

 

 

1. Shalat Adalah Simbol Ketenangan.

Shalat menunjukkan ketenangan jiwa dan kesucian hati para pelakunya. Ketika menegakkan shalat dengan sebenarnya, maka diraihlah puncak kebahagiaan hati dan sumber segala ketenangan jiwa. Dahulu, orang-orang shalih mendapatkan ketenangan dan pelepas segala permasalahan ketika mereka tenggelam dalam kekhusyu’kan shalat.

Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud rahimahullah dalam Sunan-nya:

Suatu hari ‘Abdullah bin Muhammad al-Hanafiyah pergi bersama bapaknya menjenguk saudara mereka dari kalangan Anshar. Kemudian datanglah waktu shalat. Dia pun memanggil pelayannya,”Wahai pelayan, ambillah air wudhu! Semoga dengan shalat aku bisa beristirahat,” kami pun mengingkari perkataannya. Dia berkata: “Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,’Berdirilah ya Bilal, istirahatkanlah kami dengan shalat!’.”[2]

Marilah kita mengintrospeksi diri, sudahkah ketenangan seperti ini kita dapatkan dalam shalat-shalat kita? Sudah sangat banyak shalat yang kita tunaikan, tetapi pernahkah kita berfikir manfaat shalat ini? Atau rutinitas shalat yang kita tegakkan sehari-hari?

Suatu ketika seorang tabi’in yang bernama Sa’id bin Musayib mengeluhkan sakit di matanya. Para sahabatnya berkata kepadanya: “Seandainya engkau mau berjalan-jalan melihat hijaunya Wadi ‘Aqiq, pastilah akan meringankan sakitmu,” tetapi ia menjawab: “Lalu apa gunanya aku shalat ‘Isya` dan Subuh?”[3]

Demikianlah, generasi terdahulu dari umat ini memposisikan shalat dalam kehidupan mereka. Bagi mereka, shalat adalah obat bagi segala problematika. Dengan hati mereka menunaikan shalat, sehingga jiwa menuai ketenangan dan mendapatkan kebahagiaan.

2. Shalat Adalah Cahaya.

Ambillah cahaya dari shalat-shalat kita. Ingatlah, cahaya shalat bukanlah cahaya biasa. Dia cahaya yang diberikan oleh Penguasa alam semesta ini. Diberikan untuk menunjuki manusia ke jalan yang lurus, yaitu jalan ketaatan kepada Allah Rabul ‘alamin.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari sahabat Abu Mâlik al-‘Asy’ari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: والصلاة نور (dan shalat itu adalah cahaya). Oleh karena itu, marilah menengok diri kita, sudahkah cahaya ini menerangi kehidupan kita? Dan sungguh sangat mudah jika kita ingin mengetahui apakah shalat telah mendatangkan cahaya bagi kita? Yakni dapat lihat, apakah shalat membawa ketaatan kepada Allah dan menjauhkan kita dari bermaksiat kepada-Nya? Jika sudah, berarti shalat itu telah menjadi sumber cahaya bagi kehidupan kita. Inilah cahaya awal yang dirasakan manusia di dunia. Dan kelak di akhirat, ia akan menjadi cahaya yang sangat dibutuhkan, yang menyelamatkannya dari berbagai kegelapan sampai mengatarkannya kepada surga Allah Subhanahu wa Ta’ala

3. Shalat Sebagai Obat Dari Kelalaian.

Lalai adalah penyakit berbahaya yang menimpa banyak manusia. Lalai mengantarkan manusia kepada berbagai kesesatan, bahkan menjadikan manusia tenggelam di dalamnya. Mereka akan menanggung akibat dari kelalaian yang mereka ambil di dunia maupun di akhirat kelak. Sehingga lalai menjadi penutup yang menutupi hati manusia. Hati yang tertutup kelalaian, menyebabkan kebaikan akan sulit sampai padanya. Tetapi menegakkan shalat sesuai dengan syarat dan rukunnya, dengan menjaga sunnah dan khusyu di dalamnya, insya Allah akan menjadi obat paling mujarab dari kelalaian ini, membersihkan hati dari kotoran-kotorannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ

Dan sebutlah (nama) Rabbmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. [al-A’ra/7:205].

Berkata Imam Mujahid: “Waktu pagi adalah shalat Subuh dan waktu petang adalah shalat ‘Ashar”.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ حَافَظَ عَلَى هَؤُلاَءِ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوْبَاتِ لَمْ يُكْتَبْ مِنَ الْغَافِلِيْنَ رواه ابن خزيمة وابن حبان

Barang siapa yang menjaga shalat-shalat wajib, maka ia tidak akan ditulis sebagai orang-orang yang lalai.[4]

4. Shalat Sebagai Solusi Problematika Hidup.

Sudah menjadi sifat dasar manusia ketika dia tertimpa musibah dan cobaan, dia akan mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahannya. Maka tidak ada cara yang lebih manjur dan lebih hebat dari shalat. Shalat adalah sebaik-baik solusi dalam menghadapi berbagai macam cobaan dan kesulitan hidup. Karena tidak ada cara yang lebih baik dalam mendekatkan diri seseorang dengan Rabbnya kecuali dengan shalat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya mengucapkan:

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ رواه مسلم

Posisi paling dekat seorang hamba dengan Rabbnya yaitu ketika dia sujud, maka perbanyaklah doa. [HR Muslim].[5]

Inilah di antara manfaat shalat yang sangat agung, mendekatkan hamba dengan Dzat yang paling ia butuhkan dalam menyelesaikan problem hidupnya. Maka, kita jangan menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Jangan sampai kita lalai dalam detik-detik shalat kita. Jangan pula terburu-buru dalam shalat kita, seakan tidak ada manfaat padanya.

Shalat bisa menjadi sarana menakjubkan untuk mendatangkan pertolongan dan dukungan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam kisah Nabi Yunus Alaihissallam, Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan:

فَلَوْلَا أَنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُسَبِّحِينَ لَلَبِثَ فِي بَطْنِهِ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ

Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit. [ash-Shafât/37:143-144].

Sahabat Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhu menafsirkan “banyak mengingat Allah”, yaitu, beliau termasuk orang-orang yang menegakkan shalat.[6]

Sahabat Hudzaifah Radhiyallahu anhu pernah menceritakan tentang Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ صَلَّى. رواه أبو داود

Dahulu, jika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tertimpa suatu urusan, maka beliau melaksanakan shalat. [HR Abu Dawud][7]

5. Shalat Mencegah Dari Perbuatan Keji Dan Mungkar.

Sebagaimana telah kita fahami, bahwasanya shalat akan membawa cahaya yang menunjukkan pelakunya kepada ketaatan. Bersamaan dengan itu, maka shalat akan mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar. Sebagaimana hal ini difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala :

اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab (Al-Qur`an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. [al-‘Ankabût/29:45].

Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Dalam shalat terdapat larangan dan peringatan dari bermaksiat kepada Allah”[8]

 

 

6. Shalat Menghapuskan Dosa.

Shalat selain mendatangkan pahala bagi pelakunya, juga menjadi penghapus dosa, membersihkan manusia dari dosa-dosa yang pernah dilakukannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا مَا تَقُولُ ذَلِكَ يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ قَالُوا لَا يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا قَالَ فَذَلِكَ مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا

“Apa pendapat kalian, jika di depan pintu salah seorang dari kalian ada sungai (mengalir); dia mandi darinya lima kali dalam sehari, apakah tersisa kotoran darinya?” Para sahabat menjawab: “Tidak akan tertinggal kotoran sedikitpun”. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Demikianlah shalat lima waktu, Allah menghapuskan dengannya kesalahan-kesalahan”. [HR Bukhâri dan Muslim]

Inilah sebagian manfaat shalat yang tak terhingga banyaknya, dari yang kita ketahui maupun yang tersimpan di sisi Allah. Oleh karena itu, marilah menghitung diri kita masing-masing, sudahkah di antara manfaat-manfaat tersebut yang kita rasakan? Ataukah kita masih menjadikan shalat sebagai salah satu rutinitas hidup kita? Jangan sampai kita termasuk orang-orang yang dicela Allah dalam firman-Nya:

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ

Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. [al-Mâ’ûn/107:4-5].

Semoga Allah memasukkan kita ke dalam golonagn hamba-hambanya yang menegakkan shalat, dan memetik buahnya dari shalat yang kita kerjakan.

Silahkan kerjakan kuis di bawah ini:

KUIS (klik)

Minggu, 24 Juni 2018

Puasa Ramadhan

Hasil gambar untuk gambar kabah terbaru 2017

ANCAMAN MENINGGALKAN PUASA RAMADHAN TANPA UDZUR (ALASAN)
Puasa Ramadhân merupakan salah satu dari rukun Islam yang lima, maka orang yang meninggalkannya atau meremehkannya akan mendapatkan siksa yang pedih di akhirat.
Di antara hadits dan riwayat tentang bab ini adalah :
عَنْ أَبْي أُمَامَةَ الْبَاهِلِىِّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ إِذْ أَتَانِى رَجُلاَنِ فَأَخَذَا بِضَبْعَىَّ فَأَتَيَا بِى جَبَلاً وَعْرًا فَقَالاَ لِىَ : اصْعَدْ فَقُلْتُ : إِنِّى لاَ أُطِيقُهُ فَقَالاَ : إِنَّا سَنُسَهِّلُهُ لَكَ فَصَعِدْتُ حَتَّى إِذَا كُنْتُ فِى سَوَاءِ الْجَبَلِ إِذَا أَنَا بَأَصْوَاتٍ شَدِيدَةٍ فَقُلْتُ : مَا هَذِهِ الأَصْوَاتُ قَالُوا : هَذَا عُوَاءُ أَهْلِ النَّارِ ، ثُمَّ انْطُلِقَ بِى فَإِذَا أَنَا بِقَوْمٍ مُعَلَّقِينَ بِعَرَاقِيبِهِمْ مُشَقَّقَةٌ أَشْدَاقُهُمْ تَسِيلُ أَشْدَاقُهُمْ دَمًا قَالَ قُلْتُ : مَنْ هَؤُلاَءِ قَالَ : هَؤُلاَءِ الَّذِينَ يُفْطِرُونَ قَبْلَ تَحِلَّةِ صَوْمِهِمْ
Dari Abu Umâmah al-Bâhili, dia berkata: Aku mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ketika aku sedang tidur, tiba-tiba ada dua laki-laki yang mendatangiku, keduanya memegangi kedua lenganku, kemudian membawaku ke sebuah gunung terjal. Keduanya berkata kepadaku, “Naiklah!” Aku menjawab, “Aku tidak mampu”. Keduanya berkata, “Kami akan memudahkannya untukmu”. Maka aku naik. Ketika aku berada di tengah gunung itu, tiba-tiba aku mendengar suara-suara yang keras, maka aku bertanya, “Suara apa itu?” Mereka menjawab, “Itu teriakan penduduk neraka”. Kemudian aku dibawa, tiba-tiba aku melihat sekelompok orang tergantung (terbalik) dengan urat-urat kaki mereka (di sebelah atas), ujung-ujung mulut mereka sobek mengalirkan darah. Aku bertanya, “Mereka itu siapa?” Mereka menjawab, “Meraka adalah orang-orang yang berbuka puasa sebelum waktunya”. [HR. Nasâ’i dalam as-Sunan al-Kubra, no. 3273; Ibnu Hibbân; Ibnu Khuzaimah; al-Baihaqi, 4/216; al-Hâkim, no. 1568; ath-Thabarani dalam Mu’jamul Kabîr. Dishahihkan oleh al-Hâkim, adz-Dzahabi, al-Haitsami. Lihat: al-Jâmi’ li Ahkâmis Shiyâm, 1/60]
Di dalam sebuah hadits diriwayatkan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ فِي غَيْرِ رُخْصَةٍ رَخَّصَهَا اللَّهُ لَهُ فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ الدَّهْرَ كُلَّهُ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa berbuka sehari dari (puasa) bulan Ramadhân bukan dengan (alasan) keringanan yang Allâh berikan kepadanya, maka tidak akan diterima darinya (walaupun dia berpuasa) setahun semuanya. [HR. Ahmad, no. 9002; Abu Dâwud, no. 2396; Ibnu Khuzaimah, no.1987; dll]
Namun hadits didha’ifkan oleh Imam Ibnu Khuzaimah, syaikh Syu’aib al-Arnauth, syaikh al-Albani, dan lainnya, karena ada perawi yang tidak dikenal yang bernama Ibnul Muqawwis.
Walaupun hadits ini lemah secara marfû’ (riwayat dari Nabi) akan tetapi banyak riwayat dari para sahabat yang menguatkannya.
Diriwayatkan dari Abdulah bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu bahwa dia berkata:
مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ رُخْصَةٍ لَقِيَ اللَّهَ بِهِ، وَإِنْ صَامَ الدَّهْرَ كُلَّهُ، إِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُ، وَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ
Barangsiapa berbuka sehari dari (puasa) bulan Ramadhân dengan tanpa keringanan, dia bertemu Allâh dengannya, walaupun dia berpuasa setahun semuanya, (namun) jika Allâh menghendaki, Dia akan mengampuninya, dan jika Allâh menghendaki, Dia akan menyiksanya”. [Riwayat Thabarani, no. 9459, dihasankan oleh syaikh Al-Albani, tetapi riwayat yang marfû’ didha’ifkan. Lihat Dha’if Abi Dawud –Al-Umm- 2/275]
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu, bahwa dia berkata:
مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ مُتَعَمِّدًا لَمْ يَقْضِهِ أَبَدًا طُولُ الدَّهْرِ
Barangsiapa berbuka sehari dari (puasa) bulan Ramadhân dengan sengaja, berpuasa setahun penuh tidak bisa menggantinya”. [Riwayat Ibnu Hazm dalam al-Muhalla, 6/184]
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa ada seorang laki-laki berbuka di bulan Ramadhân dia berkata :
لاَ يُقْبَلُ مِنْهُ صَوْمُ سَنَةٍ
Berpuasa setahun penuh tidak bisa menggantinya. [Riwayat Ibnu Hazm dalam al-Muhalla, 6/184]
Bahkan sahabat Ali bin Abi Thâlib memberikan hukuman dera (pukulan) kepada orang yang berbuka di bulan Ramadhân, sebagaimana disebutkan di dalam riwayat :
عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي مَرْوَانَ، عَنْ أَبِيهِ: أَنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ أُتِيَ بِالنَّجَاشِيِّ قَدْ شَرِبَ الْخَمْرَ فِي رَمَضَانَ, فَضَرَبَهُ ثَمَانِينَ, ثُمَّ ضَرَبَهُ مِنْ الْغَدِ عِشْرِينَ, وَقَالَ: ضَرَبْنَاكَ الْعِشْرِينَ لِجُرْأَتِكَ عَلَى اللَّهِ وَإِفْطَارِكَ فِي رَمَضَانَ.
Dari Atha’ bin Abi Maryam, dari bapaknya, bahwa An-Najasyi dihadapkan kepada Ali bin Abi Thâlib, dia telah minum khamr di bulan Ramadhân. Ali memukulnya 80 kali, kemudian esoknya dia memukulnya lagi 20 kali. Ali berkata, “Kami memukulmu 20 kali karena kelancanganmu terhadap Allâh dan karena engkau berbuka di bulan Ramadhân”. [Riwayat Ibnu Hazm di dalam al-Muhalla, 6/184]
an-Najasyi ini adalah seorang penyair, namanya Qais bin ‘Amr al-Hâritsi. Dia mengikuti Ali sampai Ali menderanya, kemudian dia lari menuju Mu’awiyah. Lihat: al-Jâmi’ li Ahkâmis Shiyâm, 1/60)
Semua riwayat di atas menunjukkan bahwa meninggalkan puasa sehari di bulan Ramadhan tanpa udzur merupakan dosa besar, maka bagaimana jika meninggalkan puasa sebulan penuh? Tentu dosanya lebih besar. Oleh karena itu seorang yang ingin selamat di dalam kehidupannya, hendaklah dia melaksanakan perintah-perintah Allâh dan meninggalkan larangan-laranganNya, sehingga meraih keberuntungan di dunia dan akhirat.
Wallahul Musta’an.


Sumber: https://almanhaj.or.id/4174-meninggalkan-puasa-ramadhan-termasuk-dosa-besar.html